[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]R[/dropcap]eaksi alergi sebetulnya merupakan bagian dari usaha tubuh untuk mempertahankan diri dari “serangan” benda asing. Pada reaksi alergi, tubuh menghasilkan antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin E (IgE) yang akan bereaksi dengan alergen (zat penyebab alergi, dapat berupa protein dari makanan, zat pewarna atau zat pengawet makanan).
Reaksi ini mencetus sel mast yang terdapat di kulit, saluran napas, mata dan saluran cerna untuk mengeluarkan substansi seperti histamin dan lekotrien serta prostaglandin. Dikeluarkannya zat-zat tersebut dapat memberikan gejala pada saluran napas dan kulit. Reaksi alergi seringkali terjadi langsung, namun dapat saja terjadi beberapa jam hingga beberapa hari kemudian (reaksi tipelambat).
Kebanyakan reaksi alergi terhadap makanan relatif ringan tetapi tak tertutup kemungkinan dapat terjadi reaksi yang berat hingga mematikan, yang disebut syok anafilaksis. Pada keadaan ini kesadaran menurun, tekanan darah turun, bahkan dapat terjadi henti jantung sehingga memerlukan penanganan segera.
Mengenal reaksi alergi
Saluran napas:
- hidung tersumbat
- bersin
- batuk
- mengi
- sesak napas
Kulit dan selaput lendir (mukosa)
- gatal dan kemerahan
- urtikaria
- eksim
- bengkak pada wajah, mulut, bibir dan lidah
- bengkak pada saluran napas
Selain imunologlobulin E, terdapat pula reaksi alergi yang diperantarai oleh immunoglobulin G.Biasanya berbentuk colitis yang sering terjadi pada anak sekitar usia 6 bulan. Gejala timbul setelah 4-6 jam, berupa muntah, diare, dehidrasi dan feses berdarah. Sering juga terjadi pertumbuhan anak terganggu, gagal tumbuh. Protein susu sapi dan kedelai merupakan jenis makanan yang sering menjadi penyebabnya.
Apa yang disebut alergi makanan?
Alergi makanan terjadi apabila makanan atau komponen dari makanan itu akan mengaktivasi sistem imun tubuh seperti yang telah dijelaskan di atas.
Siapa ’kandidat’ alergi?
Alergi makanan terdapat pada 1-2 persen populasi dewasa, sedangkan pada usia anak-anak berbagai data mencatat angka yang lebih tinggi, yaitu sekitar 3-7 persen. Seorang anak dengan riwayat keluarga alergi (atopi) mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami alergi makanan. Jika salah satu dari orangtuanya mempunyai atopi, anak ini mempunyai risiko dua kali lebih besaruntuk mengalami alergi makanan. Risiko menjadi 4-6 kali lebih besar apabila kedua orangtua mempunyai atopi.
Makanan apa saja yang sering menjadi penyebab alergi?
Jenis bahan makanan yang sering menjadi penyebab alergi pada usia anak adalah susu sapi, telur, kedelai, gandum, kacang tanah serta hidangan laut (ikan, udang serta kerang). Sekitar 80-90 persen alergi terhadap makanan ini akan menghilang setelah usia 3 tahun, tetapi seringkali alergi terhadap ikan, kerang dan kacang-kacangan menetap hingga dewasa.
Apa beda alergi makanan dengan intoleransi makanan?
Dikatakan intoleransi makanan apabila tubuh tidak dapat mencerna makanan atau komponen makanan dengan baik, serta tidak melibatkan sistem imun tubuh. Pada intoleransi, seringkali seseorang dapat mentoleransi jumlah tertentu dari makanan atau zat tanpa menyebabkan gejala klinis, yang tidak akan terjadi pada alergi makanan. Contoh yang baik dari bentuk intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa.
Bagaimana alergi makanan dapat diketahui?
Langkah pertama adalah analisis berdasarkan anamnesis atau riwayat timbulnya gejala, riwayat makanan serta riwayat alergi pada keluarga. Diikuti dengan pemeriksaan fisik yang seksama serta pemeriksaan untuk mendeteksi alergi, yaitu:
·Tes kulit. Dilakukan dengan memasukan ekstrak makanan yang sering menjadi alergen dengan cara menggoreskannya pada kulit.
·Eliminasi diet. Prinsipnya dengan mengeliminasi bahan makanan yang dicurigai sebagai penyebab selama 2 minggu dan kemudian mencobanya kembali sedikit demi sedikit, apabila timbul gejala maka bahan makanan tersebut hendaknya dihindari.
·Radioallergosorbent Test (RAST). Pada seseorang yang alergi, di dalam darahnya terdapat antibodi yang berfungsi melawan alergen, hal inilah yang dinilai pada pemeriksaan ini.
·Double-blind, placebo-controlled food challenge tests (DBPCF). Alergen yang dicurigai diberikan pada pasien tanpa diketahui baik oleh pasien maupun dokternya. Kemudian dilihat reaksinya, tetapi hal ini harus dilakukan di rumah sakit mengingat kemungkinan terjadinya reaksi alergi yang berat.
Bagaimana cara pemberian nutrisi seorang anak yang alergi?
Langkah pertama adalah menghindari makanan penyebab, langkah kedua meliputi upaya pencegahan primer/profilaksis dan terapi.
PENCEGAHAN PRIMER
Upaya pencegahan primer atau profilaksis dilakukan sebelum terjadinya sensitisasi atau paparan terhadap zat alergen. Tindakan ini dilakukan sedini mungkin sejak lahir, terutama pada bayi-bayi berisiko tinggi, yakni bayi yang memiliki orangtua atau saudara sekandung dengan riwayat alergi atau atopi.
- Eliminasi diet ibu hamil
Penghindaran atau eliminasi diet yang dilakukan oleh ibu hamil sebelum anak lahir ternyata tidak memberikan hasil yang bermakna. Para ahli tidak merekomendasikannya, tetapi American Academy of Pediatric (AAP) merekomendasikan untuk menghindari kacang karena terbukti meningkatkan risiko alergi pada anak bila ibu hamil mengonsumsi kacang.
- ASI eksklusif
ASI merupakan sumber nutrisi dan imunologis yang ideal bagi bayi oleh karena itu AAP dan European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif terbukti mengurangi risiko terjadinya alergi.
- Hindari pencetus
Pada ibu dari bayi risiko tinggi yang menyusui bayinya dianjurkan untuk menghindari kacang-kacangan, telur, susu sapi, ikan dan hidangan laut lainnya. Protein kedelai juga sebaiknya dihindari dapat menyebabkan alergi, walaupun frekuensinya lebih jarang dibanding dengan protein susu sapi.
- AAP dan ESPGHAN juga sepakat untuk tidak merekomendasikan susu atau formula kedelai sebagai bentuk pencegahan primer terhadap alergi makanan, mengingat penelitian membuktikan tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap kejadian alergi terhadap makanan maupun dermatitis atopik (suatu alergi pada kulit).
- Pada bayi berisiko tinggi yang tidak mendapat ASI (hanya susu botol saja), direkomendasikan untuk menggunakan formula dengan protein yang telah dihidrolisis (diurai) secara ekstensif sebagai bagian dari pencegahan primer terhadap alergi makanan.
- Demikian pula bagi bayi risiko tinggi yang masih mendapat ASI, tetapi jumlahnya tidak mencukupi dapat diberi suplementasi formula dengan protein yang dihidrolisat secara extensif. Seringkali formula ini mahal harganya, oleh karena itu para ahli masih memberikan tempat bagi formula dengan protein yang dihidrolisis parsial sebagai upaya pencegahan primer yang harganya relatif lebih murah, walaupun sesungguhnya kurang tepat.
- Pemberian makanan padat sebelum usia 4 bulan sering dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya alergi. AAP merekomendasikan pemberian makanan padat setelah usia 6 bulan pada bayi dengan risiko tinggi, sedangkan ESPGHAN memperbolehkan pemberian makanan padat pada usia sekitar 5 bulan tetapi dengan perhatian terhadap bahan makanan yang diberikan.
- Pada dasarnya dimulainya pemberian makanan padat pada bayi normal dilakukan berdasarkan kematangan neurologis dan saluran cerna. Bayi yang telah dapat menegakkan tubuhnya, dapat duduk sendiri, dapat mengkoordinasikan gerakan mengunyah dan menelan, dapat memindahkan makanan dari depan ke belakang dengan lidahnya dikatakan telah siap untuk diberikan makanan padat. Hal ini biasanya terjadi pada usia antara 4-6 bulan. Pada anak dengan risiko tinggi alergi, pemberian makanan padat ini seyogyanya diberikan setelah 6 bulan.
- Jenis makanan yang sebaiknya diperkenalkan pertama kali adalah sereal (bubur) yang terbuat dari tepung beras. Bila akan dibuat bubur susu maka susu yang diberikan merupakan susu yang biasa dipergunakannya, artinya dapat dicampur dengan ASI ataupun formula hidrolisat ekstensif. Selanjutnya dapat diberikan buah (apel, pir, pisang), sayuran kuning (wortel, kentang) serta sayuran hijau (bayam) dan daging (sapi, ayam, ikan) yang dicampur dengan beras, jagung serta gandum sebagai nasi tim, sesuai dengan perkembangan anak. Perlu diperhatikan bahwa pemberian makanan dengan tekstur yang semakin lama semakin kasar harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak agar tidak terjadi masalah makan nantinya.
- Perlu juga diperhatikan daftar/komposisi makanan siap saji/instan (baik sereal/bubur susu maupun nasi tim) yang sering tersedia di pasaran. Perhatikan apakah terdapat bahan yang menjadi penyebab alergi pada anak.
- Dianjurkan tidak terburu-buru dalam memperkenalkan jenis makanan. Usahakan memperkenalkan 1 jenis makanan tiap 3 atau 4 hari agar dapat dilakukan penilaian terhadap toleransi dan reaksi alergi bila terjadi.
- Sebagai upaya pencegahan terhadap makanan, AAP menganjurkan pemberian susu sapi dilakukan setelah usia 12 bulan, telur setelah usia 24 bulan, kacang-kacangan dan ikan setelah usia 36 bulan.
BILA BAYI ALERGI SUSU
Upaya terapi pada bayi yang telah didiagnosis sebagai alergi susu sapi
- berikan ASI eksklusif.
- hindari alergen, baik untuk anak maupun ibu menyusui.
- berikan formula dengan protein hidrolisat ekstensif kepada bayi yang alergi susu sapi yang tidak mendapat ASI.
- bila bayi masih juga alergi terhadap formula hidrolisat ekstensif, berikan formula asam amino elemental.
- formula dengan protein hidrolisat parsial tidak dapat digunakan sebagai terapi pada alergi susu sapi, mengingat seringnya frekuensi reaksi alergi yang terjadi.
- AAP masih memperbolehkan penggunaan formula kedelai pada bayi yang telah pasti diketahui alergi terhadap susu sapi yang diperantarai oleh IgE dan terbukti tidak alergi terhadap protein kedelai (perlu diingat bahwa terdapat 30-50 persen bayi yang alergi protein susu sapi juga alergi terhadap protein susu kedelai).
Referensi :
- Zeiger RS. Food allergen avoidance in the prevention of food allergy in infants and children. Pediatrics 2003;111:1662-71.
- Mofidi S.Nutritional management of pediatric food hypersensitivity.Pediatrics 2003;111:1645-53.
- Christie L. Food hypersentivities. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE, penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers, 1999. h. 151-68.
- Higgins LA. Food allergies. Dalam: Hendriks KM,Duggan C, Walker WA, penyunting. Manual of pediatricnutrition. Edisi ke-3. London: Decker, 2000. h.371-85.