“By playing, children learn and develop as individuals, and as members of the community” (Best Play, NPFA 2002)
“Letting children go out and play is one of the best things that parents can do for their children’s health” (Mackett 2005).
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]P[/dropcap]enelitian dari The Smithsonian Institute, mengatakan bahwa bermain adalah sarana paling tepat untuk menumbuhkan pola berpikir kritis dan kreatif. Untuk itulah orangtua patut mengetahui trik sains dan trik cara mengajarkannya kepada anak.
Memperkenalkan sains pada anak bukan mengajarkan rumus. Ajaklah anak menikmati sains dalam dunianya sehari-hari. ”Yah, kenapa pesawat rodanya tiga?” tanya Dino siswa SD kls 1 di Jakarta pada ayahnya suatu ketika.
Sang ayah, seorang dosen muda di bidang sastra di sebuah universitas terkemuka di Jakarta, tertegun sejenak. Sebelum ia menjawab, Dino sudah ‘menghajar’-nya dengan pertanyaan berikut. ”Kalau bajaj dikasih sayap bisa terbang juga nggak ya?”
Ada jutaan pertanyaan dalam benak anak-anak seperti Farrel. Dari pertanyaan yang mudah sampai yang bisa membuat orangtua tergagap-gagap. ”Hukum yang paling utama, jika ada anak yang rasa ingin tahunya tinggi, jangan biarkan rasa ingin tahu itu mati,” ujar kak Hendra, pengasuh Science&Play majalah Anakku. Saat melakukan road show sekolah di Jakarta. Jika tidak diakomodasi, maka potensi besar yang dimiliki si kecil bisa mati dan mubazir.
Jangan sok tahu
Umumnya orangtua menanggapi pertanyaan anak dengan sikap tak acuh. ”Ah kamu ada-ada saja. Pertanyaanmu aneh,” kata mereka. Bahkan ada juga orangtua yang menjawab rasa ingin tahu sang anak dengan kalimat, ”Sudah-sudah, kayak begitu kok ditanyain. Ayah ibu lagi sibuk!” ila jawaban seperti itu yang diterima, maka anak akan menganggap rasa ingin tahu sebagai sesuatu yang tabu. ”Mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang tidak ingin tahu, mereka tidak akan lagi menghargai proses. Ketika dewasa mereka tidak akan kreatif dan kurang bermental positif.”
Lantas bagaimana orangtua harus menjelaskan sesuatu yang sulit? Menurut Kak Hendra, ayah dan ibu bukan si serba tahu. Jika belum tahu, maka katakan dengan jujur. ”Oh soal itu ayah belum tahu, nanti kita cari jawabannya bersama-sama di perpustakaan.” Kak Hendra menyarankan agar orangtua tidak sok tahu. Untuk menyalurkan hasrat anak yang ingin serba tahu, orangtua bisa memperkenalkan sains kepada si kecil. Sains bukanlah sesuatu yang menakutkan, berbahaya, dan jauh dari jangkauan. ”Sains adalah sahabat yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.”
Bukan mengajarkan rumus
Mengajarkan sains kepada anak, menurut Kak Hendra bisa dilakukan sejak dini. Ia berpendapat, saat anak berusia 2 – 3 tahun, sudah pantas untuk diperkenalkan dengan dunia sains. Mengenalkan sains, bukan berarti mengajarkan rumus. Orangtua bisa mengajarkan sains dengan eksperimen atau percobaan tentang fenomena yang terjadi di alam. Memperkenalkan sains pada anak tentu saja perlu dilakukan dengan cara bermain, beraktivitas, dan melakukan eksperimen.
‘Buatlah suasana yang fun. Sehingga, dengan permainan itu akan membuat anak bertanya-tanya, Kok bisa begitu?” kata Kak Hendra. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk menambah pengetahuannya dengan berbagai informasi. Hal itu, perlu agar orangtua bisa menjawab pertanyaan anak terkait eksperimen sains yang dilakukannya.
Cobalah sebuah permainan sederhana. Misalnya, fenomena air dan minyak tanah. Melalui permainan itu, orangtua bisa menjelaskan bahwa minyak dan air tidak bisa disatukan. Bila si kecil bertanya, ”Mengapa bisa begitu?”. Kak Hendra menyarankan untuk anak TK sampai kelas 1 SD bisa dijawab secara sederhana. ”Oh, minyak dan air itu nggak temenan. Jadi mereka nggak mau nyampur. Tapi ada lho, yang mau temenan sama air.” Setelah itu, Anda bisa meminta si kecil untuk mengambilkan sesuatu yang bisa dilarutkan dengan air. ”Nah, kalau sama air jeruk, ternyata air bisa temenan.”
Mengajarkan sains pada anak perlu dilakukan secara bertahap. Pada saat anak masih duduk di TK, orangtua tidak perlu memberi penjelasan yang terlalu detil. Untuk anak yang sudah duduk di kelas III SD ke atas, orangtua bisa mulai menjelaskannya dengan bercerita.
Kepada anak yang lebih besar, orangtua bisa memberi tantangan untuk memecahkan suatu ekperimen sains. Misalnya, berikan permainan jeruk dan hukum melayang terapung tenggelamnya Archimedes. Jeruk tak dikupas kulitnya akan mengambang, namun bila kulitnya dikupas akan tenggelam. Karena kulit jeruk berisi banyak udara.
Bila anak Anda sudah mulai besar, berilah ia tantangan. ”Ayo, coba selain dikupas tenggelam bagaimana bila dengan diberi garam, dengan apa lagi jeruk bisa mengambang?” Dengan pertanyaan seperti itu, anak akan tertantang untuk mencoba yang lainnya. Dan jangan takut untuk gagal dalam melakukan percobaan. Bukankah kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda?.
Why play is important?
“The right to play is a child’s first claim on the community. Play is nature’s training for life. No community can infringe that right without doing deep and enduring harm to the minds and bodies of it’s citizens” (David Lloyd George)
Referensi
- David Lyoyd George, Why Play Important, North-South Books, 2004