[quote type=”center”]Sesungguhnya, saat bulan puasa tiba, ibu yang menyusui boleh melewatkan puasa asal digantikan dengan membayar fidyah. Namun, beberapa ibu tak ingin kehilangan momen ini. [/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]K[/dropcap]eputusan untuk berpuasa memang ditentukan oleh banyak hal, tapi pada akhirnya pilihan tersebut ada di tangan ibu. Keinginan ibu untuk menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan tentunya tak dapat dipungkiri. Rasanya sayang jika harus melewatkan kesempatan untuk ‘mendulang’ pahala di bulan penuh berkah ini. Tapi sebelum ibu memutuskan untuk berpuasa saat menyusui, mungkin sebaiknya perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut ini.
Kebutuhan tiap bayi berbeda
Bayi yang sedang menikmati ASI eksklusif dan berat badannya tidak sesuai dengan harapan tentu memiliki kebutuhan ASI yang berbeda dengan bayi yang telah berusia satu tahun dan tak lagi tergantung sepenuhnya dengan ASI. Hal ini dapat menjadi pertimbangan keputusan ibu untuk berpuasa atau tidak.
Puasa sendiri tidak akan membahayakan bayi karena ibu akan tetap dapat memroduksi ASI. Meskipun saat puasa ibu mengurangi asupan kalori, hal ini tidak banyak berpengaruh karena ibu masih memiliki cadangan energi. Tubuh juga akan beradaptasi menggunakan kalori yang tersimpan.
Tetap beberapa rambu perlu diperhatikan :
- Seberapa banyak kebutuhan ASI untuk bayi? Bayi yang kurang nutrisi tentu membutuhkan ASI lebih banyak. Sebaliknya bayi yang gemuk meminta ASI lebih banyak sehingga Anda memerlukan cairan lebih banyak.
- Meskipun ibu dapat beradaptasi, tetapi adaptasi itu ada batasnya. Secara kualitas, bahan pembentukan ASI masih dapat diambil dari tubuh ibu, tetapi cairan tetap perlu diberikan dari luar untuk memenuhi kuantitas ASI.
- Saat berpuasa, tubuh akan menggunakan cadangan lemak dan asam amino sebagai sumber energi ibu dan juga untuk pembentukan ASI. Seiring dengan berkurangnya berat badan ibu, lemak yang digunakan pun berbeda, tetapi tetap secara kuantitas ASI ibu yang puasa mengandung lemak sama banyaknya dengan yang tidak.
- Perasaan haus ibu setelah memberikan ASI merupakan petunjuk ibu sudah mulai merasakan dehidrasi. Bila hal ini terjadi, pertimbangkan untuk berbuka.
- Kebutuhan kalori dan kecukupan cairan dapat dipenuhi saat sahur dan berbuka. Manfaatkan momen-momen ini untuk mengejar kekurangan cairan saat ibu berpuasa.
Hati-hati dehidrasi
ASI yang dihasilkan ibu saat berpuasa atau tidak ternyata memiliki zat kimia yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh ibu bisa beradaptasi dengan puasa. Namun, ketika tubuh mulai kekurangan cairan, karena pengeluaran yang lebih banyak akibat menyusui, ibu akan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.Waspadai tanda-tandanya seperti berikut ini:
- Merasa sangat haus
- Urine yang berwarna gelap dan sedikit
- Seperti ingin pingsan, rasa berputar, lemas atau kelelahan
- Sakit kepala atau nyeri
Jika hal ini terjadi, berbukalah dengan air yang cukup banyak. Bisa juga dengan menambahkan cairan dengan kandungan garam darah (elektrolit) dan gula. Bersahur dan berbuka secara optimal dapat mencegah hal ini terjadi, selain itu:
- Hindari pekerjaan yang terlalu menyita energi sepanjang ibu berpuasa dan perbanyak beristirahat. Beberapa hal dapat dikerjakan setelah berbuka.
- Pastikan nutrisi ibu cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori sehari. Bantu dengan mencatat makanan dan minuman bergizi apa yang telah dikonsumsi setiap hari.
- Ciptakan lingkungan yang sejuk dan cukup dingin untuk mengurangi penguapan cairan lewat keringat.
- Minum yang banyak saat bersahur dan berbuka. Selain minum, pilihlah makanan padat bergizi. Usahakan ekstra nutrisi di antara jam buka dan sahur.
- Beberapa mineral seperti zat seng, magnesium, dan kalium dinyatakan menurun pada ibu menyusui. Pastikan nutrisi sepanjang berbuka hingga sahur memenuhi hal ini. Jika tidak, pertimbangkan pemberian suplementasi.
Referensi :
- www.babycentre.co.uk