[quote type=”center”]Agar tumbuh kembangnya optimal, anak membutuhkan nutrisi dan stimulasi yang cukup. Stimulasi bahkan disebut-sebut punya andil dalam kecerdasan anak. Namun yang perlu dicatat adalah setiap anak memiliki kesiapan yang berbeda dalam mempelajari sesuatu. Misalnya usia 3 bulan bayi bisa tengkurap, 6 bulan belajar duduk, dan seterusnya.[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]O[/dropcap]rangtua sebaiknya memberi stimulasi sesuai tahapan perkembangan anak dan peka terhadap kesiapan anak dalam menerima rangsang. Amati, bagaimana respon dan minat si kecil. Berikan waktu kepada si kecil kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungannya secara mandiri.
Bahkan pemberian stimulasi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan bayi juga tergolong overstimulasi. Misal menstimulasi bayi untuk berjalan padahal tulangnya belum kuat. Jika bayi mengalami overstimulasi ia akan cenderung rewel, menangis atau memalingkan wajah dari objek stimulasi yang diberikan.
Selain terkait kemampuan dan tahap perkembangannya, stimulasi yang diberikan juga sebaiknya diminati anak. Jika ia kelihatan tidak berminat, coba ganti dengan cara lain.
Overstimulasi kadang dilakukan tanpa sadar oleh orangtua. Misalnya memberi seabrek mainan kepada anak, rentang stimulasi terlalu lama, atau memaksakan aktivitas bermain yang tak disukai anak.
Pengaruhi perkembangan anak
Stimulasi berlebih akan menyebabkan anak tak kooperatif, misalnya sering membangkang. Overstimulasi tak baik bagi anak usia berapa pun karena akan memengaruhi perkembangan anak.
Yuk kita lihat dari beberapa aspek berikut contohnya
- Motorik. Misalnya anak yang semestinya belum berada pada tahap belajar berjalan, tapi sudah dipaksa berdiri atau dititah. Akibatnya, struktur kaki anak bisa terganggu. Begitu pula anak yang belum waktunya duduk tapi dipaksa duduk sendiri, struktur tulang punggungnya jadi terganggu.
- Bahasa. Mengajak si kecil bicara, menyanyi, bersenandung, penting dilakukan. Bila anak merespons positif dengan tersenyum dan mengoceh, berarti stimulasi itu tepat baginya. Respon itu pertanda ia siap menerima rangsang. Sebaliknya, kalau ia terlihat acuh tak acuh, coba cari tahu sebabnya, apakah karena sakit, mengantuk, atau sebab lain.
- Sosial. Overstimulasi membuat anak merasa tak nyaman dan tak aman. Aspek sosialnya terganggu. Efeknya muncul secara tak langsung, misalnya anak jadi mudah marah, sulit bergaul dengan teman sebaya, atau perlu banyak waktu untuk beradaptasi. Contoh paling sering adalah memaksa anak yang enggan bersalaman dengan orang yang baru dikenalnya. Mungkin Anda berharap agar anak berani. Tapi sebaiknya lihat reaksinya, jika ia kelihatan enggan, lakukan lain waktu.
Agar tak berdampak negatif, sebaiknya orangtua mampu menciptakan kondisi alamiah yang memungkinkan si kecil memperoleh basic trust. Inilah yang selanjutnya menjadi dasar bagi si kecil kelak berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Jika ia dalam kondisi mengantuk, namun dipaksa atau memang sebenarnya belum mampu, maka tak akan pernah tumbuh basic trust. Sementara basic trust terkait erat dengan kelekatan orangtua dan anak.
Apa akibat overstimulasi buat si kecil?
* Emosi negatif
Mudah marah, sering menangis, dan susah ditenangkan lantaran stimulasi yang acapkali ia dapatkan membuatnya bosan. Ia pun merasa orangtua tak memahaminya.
* Kemampuan belajar menurun
Kebanyakan stimulasi dalam waktu bersamaan. Contoh: setelah diberikan flashcard, lalu dipertontonkan VCD edukatif, setelah itu diajak bermain pasel sederhana. Hal ini justru membuat bayi sulit mencerna dan tak mampu memahami stimulasi yang diberikan.
* Menolak
Bayi menolak stimulasi secara konsisten/terus menerus, bukan hanya sesaat. Si kecil terlihat cuek dan kurang responsif terhadap lingkungan. Selain itu overstimulasi juga dapat mengganggu istirahat anak dan mengganggu perkembangan rasa percaya dirinya.