[pullquote]Berbagai penelitian menunjukkan tinggi ibu berhubungan dengan angka operasi seksio akibat kesulitan persalinan. Benarkah demikian ?[/pullquote]
[dropcap style=”color: #83d358;”]M[/dropcap]emperkirakan apakah panggul sempit atau tidak melalui tinggi badan ibu merupakan cara yang paling sederhana namun tetap kontroversial. Tidak semua ibu pendek memiliki panggul yang terlalu “sempit” untuk bayi dengan berat lahir normal dan tidak semua ibu yang tidak pendek memiliki bentuk panggul yang ideal untuk melahirkan. Bahkan, definisi ibu pendek pada wanita hamil pun belum ada secara seragam. Misalnya, ibu di Asia Tenggara lebih pendek dibandingkan ibu di Negara Barat.
Umumnya tinggi badan sama atau di bawah 145 cm dikategorikan sebagai perawakan pendek dan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kesulitan persalinan akibat panggul sempit. Suatu penelitian di Thailand menunjukkan mereka dengan tinggi badan demikian memiliki kemungkinan 2,4 kali mengalami CPD (Cephalopelvic disproportion) atau disproporsi antara kepala bayi dengan panggul yang berisiko menyebabkan kesulitan bila persalinan dilakukan normal. Seringkali penyebabnya adalah macetnya bahu bayi saat melalui jalan lahir (distosia bahu) pada ibu dengan panggul sempit.
Ibu pendek berisiko memiliki bayi kecil
Menurut beberapa penelitian, ibu pendek merupakan faktor risiko bayi kecil (lahir di bawah 2500 gram). Mengapa demikian? Kemungkinan terdapat hubungan antara perawakan pendek ibu dengan lebih pendeknya masa kehamilan menyebabkan persalinan terjadi lebih dini. Pun, pada mereka yang melahirkan sesuai perkiraan, berat bayi biasanya lebih kecil dibanding dengan ibu yang memiliki perawakan lebih tinggi (di atas 150 cm).
Risiko terjadinya gawat janin, bayi malnutrisi, atau komplikasi persalinan juga lebih tinggi. Suatu penelitian menunjukkan ibu dengan berat badan kurang dari 5 kaki (153,6 cm) memiliki panggul yang lebih kecil yang membuat gerakan janin melalui dinding panggul menjadi terganggu.
Penelitian ini juga melaporkan bila ibu yang pendek berhubungan dengan aliran darah ke rahim serta volume rahim yang lebih kecil. Secara langsung, hal ini berhubungan dengan berat bayi yang kecil, disproporsi antara kepala bayi dengan panggul, dan kecenderungan operasi seksio.
Benarkah semua ibu pendek perlu operasi ?
Jawabannya belum tentu. Selain tinggi badan, perkiraan berat janin juga menentukan apakah seorang ibu yang masuk kategori pendek akan menjalani operasi atau tidak. Tentunya, bila ibu pendek tetapi bayi relatif kecil kemungkinan percobaan persalinan normal dapat dipertimbangkan.
Faktor lain adalah jumlah anak. Bila bayi relatif besar dan merupakan kehamilan pertama, pertimbangan dokter untuk operasi elektif tentu lebih besar. Sebaliknya, bila ibu pernah melahirkan normal meski termasuk kategori pendek, serta perkiraan bayi relatif kecil, mungkin dapat dicoba persalinan biasa. Pada intinya, setiap ibu memerlukan penilaian tersendiri sesuai dengan kondisinya saat itu.