Konstipasi sebagaimana orang awam sering menyebutnya sebagai sembelit merupakan suatu gangguan yang sering dialami oleh sebagian besar orang. Bahkan pada sebagian orang sembelit sudah merupakan gangguan rutin dan dianggap merupakan suatu hal yang biasa.
Yang menarik selanjutnya dari penelitian tersebut bahwa pasien yang datang karena konstipasi 9 % disebabkan oleh kanker usus besar. Selain itu sekitar 36,39 % kasus konstipasi tersebut mengalami hemoroid atau ambeien.
Definisi konstipasi
Salah 1 kriteria yang sering digunakan dalam mendiagnosis konstipasi adalah kriteria ROME II à adanya 2 atau lebih gangguan buang air besar di bawah ini selama sekurang-kurangnya 12 minggu :
- Mengejan
- Feses yang keras
- Perasaan tidak lampias saat BAB
- Perasaan adanya hambatan pada dubur dan poros usus
- Evakuasi feses secara manual
- BAB kurang dari 3 kali / minggu
Faktor resiko
- Konstipasi lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
- Aktivitas kurang
- Diet rendah serat
- Obat-obatan [opiate (morfin, codein, doveri), antikolinergik, antidepresan trisiklik, obat antiparkinson, diuterik (furosemid) dan beberapa antihistamin (difenhidramin)]
Pada konsensus yang disusun ini juga disepakati beberapa tanda “alarm” yang harus menjadi perhatian sehingga jika seseorang mengalami konstipasi disertai tanda “alarm” harus segera mencari pertolongan dokter dan bagi dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer harus merujuk pasien ini pada pusat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.
Tanda “alarm” yang harus menjadi perhatian ini yaitu:
- BAB ada darah,
- Tumor pada perut,
- Riwayat keganasan dalam keluarga,
- Penurunan berat badan ≥ 5 kg,
- Demam,
- Mual, muntah,
- Nafsu makan berkurang,
- Konstipasi terjadi pertama kali dan makin lama semakin memburuk,
- Konstipasi akut pada lanjut usia,
- Anemia,
- Pemeriksaan darah samar tinja positif,
- Konstipasi berat, persisten dan yang tak responsif terhadap pengobatan.
Adapun komplikasi dapat terjadi pada pasien dengan konstipasi yang kronis antara lain: keluarnya poros usus (prolaps rectum), perdarahan hemoroid , luka pada dubur, fisura ani, feses padat dan keras sehingga menyumbat usus besar dan berakibat terjadinya ulkus di poros usus dan selanjutnya menyebabkan perdarahan. Selain itu kontipasi kronik juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih berulang karena penekanan ureter akibat skibala.
Bagaimana penanganan pasien dengan Konstipasi?
1. Terapi non-farmakologis (modifikasi gaya hidup) :
- Meningkatkan konsumsi makanan berserat dan minum yang cukup,
- Meningkatkan aktivitas fisik,
- Mengatur kebiasaan defekasi,
- Menghindari mengejan mencoba buang air besar setelah habis makan atau waktu yang dianggap tepat dan cukup,
- Menghindari obat-obatan yang menyebabkan konstipasi.
2. Terapi farmakologis
- Bulk laxative : psyllium, plantago ovata, methyl cellulose
- Laksatif osmotik :
- saline laxative: magnesium hidroksida, sodium phosphat
- disakarida yang tak diserap : laktulosa
- sugar alcohol : sorbitol, manitol
- poly ethylene glycol (PEG)
- Laksatif stimulan : bisacodyl (Dulcolax), anthraquinone, castor oil, sodium picosulphate, stool softener (dioctyl sodium sulphosuccinate).
- Rektal enema / suppositoria
- Prokinetik : tegaserod
Terapi empirik ini dievaluasi selama 2-4 minggu. Bila tidak ada perbaikan maka harus dilakukan investigasi lebih lanjut. Pada konstipasi dengan waktu transit yang normal dan rendah yaitu diet tinggi serat (sayur dan buah-buahan) disertai bisakodil (dulcolax) sudah dapat diberikan pada pengobatan awal.
No Comments
Terima kasih atas artikelnya, karena anak saya termasuk yang susah buang air besar. anak saya berumur 1,6 tahun dan susah makan bagai mana cara mengatasi susah buang air besar?karena selama ini saya memberikan dy obat mikrolax yang dimasukan lewat dubur, apakan berbahaya?