[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]alah satu penyebab diare adalah kurangnya kebersihan. Kuman penyebab diare banyak berada di lingkungan kotor. Karena itu jagalah kebersihan makanan, lingkungan, dan kebersihan pribadi agar kita dan anak kita terhindar dari diare. Biasakan anak untuk mencuci tangan sebelum makan, setelah keluar rumah, dan setelah buang air.
Penyebab diare lain yang sering ditemui adalah iritasi saluran cerna dan alergi makanan atau obat-obatan. Bayi lebih rentan terhadap alergi makanan, misalnya terhadap laktosa pada susu formula. Jika bayi diare setelah minum susu formula, perlu diperiksa apakah bayi kita tidak tahan (intoleran) terhadap laktosa sehingga susu formulanya perlu diganti dengan susu bebas laktosa.
Kenali gejala
Adanya racun dari kuman memicu gangguan penyerapan air dan nutrisi ke dalam tubuh. Akibatnya terjadi buang air besar berkali-kali dan tinja yang dikeluarkan berbentuk cair. Diare dapat disertai muntah dan demam. Selanjutnya dapat terjadi dehidrasi (kekurangan cairan), gejalanya bayi/anak telihat mengantuk, atau bahkan tidak sadar; matanya cekung; tidak bisa minum atau minum sangat sedikit; dan jika dicubit, kembalinya kulit ke keadaan normal sangat pelan (lebih dari dua detik). Pada keadaan yang parah seperti ini, penderita harus segera mendapatkan infus.
Bagaimana mengatasi diare di rumah?
Diare biasa yang disebabkan virus merupakan self limiting disease, yaitu penyakit yang dapat sembuh sendiri jika daya tahan tubuh penderita baik. Diare yang disebabkan oleh bakteri ditandai oleh adanya darah atau lendir dalam tinja. Untuk kasus seperti ini, segeralah berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Penanganan pertama pada diare adalah memberikan cairan untuk mengganti cairan yang hilang, misalnya dengan memberikan oralit. Oralit bisa dibuat sendiri, caranya dengan melarutkan satu sendok teh garam dapur dan satu sendok teh gula pasir dalam satu liter (sekitar lima gelas) air matang. Bisa juga dengan memberi makanan-makanan yang berkuah seperti sop atau sayur bening. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) pada bayi yang masih minum ASI juga perlu ditingkatkan untuk memastikan anak mendapat nutrisi yang cukup untuk mengganti nutrisi yang terbuang. Makanan sebaiknya diberikan dalam porsi kecil tetapi lebih sering, dengan bentuk yang mudah dicerna. Hindari makanan yang asam dan terlalu manis karena dapat meningkatkan keparahan diare.
Mulai tahun 2004, UNICEF merekomendasikan pemberian suplemen Zinc untuk penderita diare karena suplemen ini terbukti dapat mengurangi keparahan dan lamanya diare. Zinc sebaiknya diberikan selama 10-14 hari walaupun diarenya sudah sembuh. Suplemen Zinc ini dapat dibeli di apotek.
Untuk anak di bawah dua tahun, penggunaan obat harus di bawah pengawasan dokter atau farmasis karena perkembangan tubuh anak di bawah usia dua tahun belum sempurna sehingga mereka lebih peka terhadap efek samping obat. Untuk anak di atas dua tahun, obat-obatan yang dapat dikonsumsi lebih beragam, walaupun tetap harus berhati-hati.
Attalpugit, kaolin, atau pektin ditujukan untuk menyerap racun di saluran cerna, dipakai untuk mengobati diare yang belum diketahui penyebabnya. Untuk anak-anak dapat diberikan obat diare berupa suspensi, yaitu obat cair seperti sirup tapi harus dikocok dulu sebelum diminumkan. Ada pula obat diare yang mengandung bahan-bahan alami, bahkan telah menjadi obat herbal terstandar (OHT). Pilihan untuk obat alami sebaiknya dipilih yang mengandung ekstrak daun jambu biji dan ekstrak kunyit yang efektif mengatasi diare. Asal diminum sesuai aturan, obat herbal tersebut aman dikonsumsi dan efektif menyembuhkan diare.
Referensi :
- Betz C.L., Sowden L.A., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC
- Wiku Adisasmito, 2007, Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Depok, Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
- Kusnindar atmosukarto, 1996, Peran sumber air minum dan kakus saniter dalam pemberantasan diare di Indonesia, Cermin Dunia Kedokteran No. 109, 1996 39, 39-41