[quote type=”center”]Menerima tugas kantor untuk bepergian ke luar kota dalam waktu yang cukup lama membuat para ibu berpikir ulang. [/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]T[/dropcap]ugas belajar, seminar, training membutuhkan waktu yang tidak sebentar, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun! Siapa yang akan membacakan dongeng buat si kecil? Bagaimana nanti bila anak sakit? Apakah suami dapat mengurus mereka? Siapakah yang menyelesaikan pekerjaan rumah? Sejuta pertanyaan menggelayuti pikiran ibu.
Perasaan berat semakin bertambah ketika akses komunikasi terhambat. Kesulitan teknis dan hambatan jarak, plus biaya yang cukup banyak, akhirnya untuk “say hello” saja tidak dapat tersampaikan untuk mengobati kerinduan hati. Apalagi mendengar kabar anak sakit, sedangkan pulang bukanlah pilihan. Stigma sebagai ibu yang mementingkan karir dibandingkan keluarga pun seakan membayangi.
Namun, apa yang terjadi saat pulang ke rumah? Ternyata suami tercinta mampu mengatasi semua masalah yang muncul di rumah. Anak-anak terlihat bahagia dan baik-baik saja. Hati ini malah menciut, jangan-jangan… mereka memang sudah tidak membutuhkan ibunya lagi? Posisi sebagai ‘the one and only’ pun bergeser. Mestikah ibu khawatir ?
Mengelola rasa ‘galau’ di hati
Bersabarlah, atur hati dan pikiran agar tidak bimbang dan ragu. Marilyn Wedge, Ph.D,¸seorang family therapist, dalam artikelnya ‘Motherhood, Work, and Dignity‘ yang dimuat di situs Psychology Today mengatakan, ”Pancaran kebahagiaan ibu akan dirasakan oleh anak-anaknya, begitupun sebaliknya. Bila ibu bersedih, anak-anaknya pun akan merasakan hal yang sama.”
Ajak anak untuk berbicara jauh-jauh hari mengenai keberangkatan Anda. Jadi, ia pun telah siap ketika saatnya tiba dan tidak terlalu rewel. Kemungkinan anak yang lebih kecil akan menangis karena baginya, berpisah dengan orangtua adalah sesuatu yang luar biasa menyedihkan. Perasaan takut ditinggal ini juga pada anak-anak yang lebih besar, namun biasanya mereka bisa mengalihkan perhatian pada hal-hal lain atau merasa malu untuk menangis.
Melihat hal ini, tegaskan dan bulatkan hati Anda. Ucapkan perpisahan dengan nada yang menenangkan dan sebaiknya Anda pun jangan ikut menangis karena membuat proses perpisahan jadi semakin sulit bagi Anda berdua. Hindari pemikiran negatif bahwa Anda bersikap egois dengan memikirkan pekerjaan di atas keluarga. Pendapat yang akan membawa energi negatif ke dalam hati dan pikiran sebaiknya dibuang jauh-jauh agar Anda pun dapat lebih berkonsentrasi dalam pekerjaan. Bagaimanapun juga, keluarga adalah prioritas utama. Tekankan bahwa dukungan dan doa dari mereka adalah hal yang penting.
Family is a team
Bangunlah pengertian untuk bekerjasama dengan sesama anggota keluarga. Relakan sebagian tugas untuk dilakukan oleh pasangan atau anggota keluarga lainnya. Bahkan si kecil pun bisa membantu. Tak perlu khawatir hanya karena berbagi momen kedekatan dengan anak, maka ibu akan kehilangan ‘sentuhan’nya. Justru inilah saatnya ia membangun kedekatan dengan orang lain, termasuk dengan ayah. Yakinilah, peran ibu secara naluriah tak akan tergantikan!
Susan Newman, Ph.D, ahli psikologi sosial, dalam artikelnya di Psychology Today mengatakan bahwa seorang ibu adalah contoh terbaik bagi anak-anaknya, baik dalam hal perilaku maupun disiplin. Ia menyampaikan hasil riset di Inggris pada 12.000 balita yang menunjukkan bahwa kondisi ibu yang bekerja tidak ‘membahayakan’ perkembangan perilaku sosial dan emosional anak di kemudian hari. Bahkan anak dapat belajar tentang komitmen dengan mengetahui ‘mengapa ibu harus pergi jauh’ atau ‘mengapa ibu harus bekerja”.
Pencapaian keluarga sesungguhnya tidak hanya sebatas materi. Masih banyak efek positif lainnya, seperti menanamkan kemandirian, kemampuan bekerjasama dan kesabaran. Jadikan momen itu sebagai cara untuk memberikan contoh bagi anak bahwa kedua orangtuanya pun mampu bekerjasama, saling menghargai, dan saling mendukung dalam satu tim yang disebut: keluarga.
Tip ibu untuk si kecil
Biasanya tugas luar kota atau luar negeri yang membutuhkan waktu lama membutuhkan perencanaan yang lebih matang agar anak (maupun Anda) lebih siap secara mental. Cobalah tip praktis berikut untuk membantu:
- Buatlah catatan penting untuk mengingatkan kegiatan anak dalam tulisan yang jelas agar ia dapat membacanya (jika sudah lebih besar). Misalnya jadwal belajarnya setiap hari, apa yang harus diingat pada hari-hari tertentu, dan akhiri dengan kata-kata penuh semangat dan cinta.
- Taruhlah foto keluarga terfavorit yang mengabadikan momen bahagia keluarga di tempat yang mudah dilihat si kecil. Anda pun dapat membawa beberapa foto digital yang disimpan di gadget Anda.
- Berikanlah kejutan atau “surprise” misalnya dengan memesan kue-kue kesukaan keluarga yang dapat diantar ke rumah setelah Anda pergi.
- Siapkanlah alat atau aplikasi komunikasi jarak jauh seperti skype di rumah dan berlatihlah sebelum benar-benar menggunakannya agar terbiasa.
- Buatlah jadwal rutin berdasarkan kesepakatan bersama untuk menghubungi keluarga di rumah atau berkomunikasi lewat internet.
- Minta ayah atau orang-orang di rumah untuk tidak memanjakan anak dan tanyakan kemajuannya setiap hari. Berilah semangat dan pujian secara langsung, tidak masalah jika Anda memberi iming-iming ia akan mendapatkan buah tangan istimewa dari Anda.
- Terakhir, jangan pernah berharap sempurna! Yakinlah bahwa banyak hal yang nanti ditemui tidak sesuai dengan harapan. Jika anak sakit, bahkan harus dirawat inap, jangan buru-buru pulang dengan penerbangan pertama. Tetaplah kontrol keadaannya dari jauh dan tenangkan hati anak. Ketiadaan secara fisik masih bisa digantikan dengan suara Anda di telepon.
Kepergian Anda ke luar kota mungkin akan terasa begitu lama dan ‘menyiksa. Namun tidak menghabiskan waktu seumur hidup bukan? Hanya mengambil sekelumit atau sebagian saja dari episode perkembangan anak. Jadi bila pasangan dan anggota keluarga lainnya mendukung, apa yang perlu dirisaukan ?