[quote type=”center”]Usia 6-8 tahun merupakan usia awal anak duduk di sekolah dasar. Kebutuhan untuk memiliki teman di lingkungan sekolah pun meningkat.[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]aat duduk di bangku SD, anak-anak mulai belajar mengenali dirinya sendiri. Mereka akan merespon umpan balik yang didapat dari temannya, dimana reaksi teman akan berpengaruh dalam proses pembentukan gambaran diri anak. Misalnya, jika teman-teman menyukai hasil gambarnya, ia akan percaya diri dan menganggap dirinya artistik, atau jika teman-temannya tertawa karena celetukannya, anak akan menganggap dirinya lucu.
Pada usia ini juga, anak-anak cenderung memilih dan membandingkan teman-teman yang ada disekitarnya. Mereka cenderung memilih teman yang memiliki pola bermain, aktivitas, hobi, dan sifat yang sama. Sebagai orang tua, kita perlu memfasilitasi kebutuhan anak untuk berteman. Namun frekuensi dan intensitas pertemanan yang terjadi, sebaiknya kita kembalikan kepada kemampuan dan minat anak untuk terlibat dalam hubungan keakraban dengan teman-temannya.
Tidak semua anak akan memiliki banyak teman dan menjadi anak yang popular di antara teman-temannya. Ada anak yang bahagia hanya memiliki satu orang sahabat dekat. Selama teman-temannya membawa pengaruh positif, maka kita tidak perlu melakukan intervensi.
Teman yang positif
Usia 6-8 tahun merupakan usia anak belajar bekerja sama, berkompetisi, berbagi serta belajar mengatasi konflik. Mereka berlatih untuk saling mendukung atau berkompetisi hampir dalam setiap hal yang menarik perhatian mereka.
Jika anak memiliki sahabat yang hobi membaca, maka ia pun akan belajar menyukai buku. Begitu juga, jika sahabatnya seorang pemain bola hebat, ia akan belajar lebih keras agar dapat menyamainya. Kesulitan akan muncul, jika sahabat dekatnya membawa pengaruh negatif. Misalnya ia memiliki sahabat yang terlalu mendominasi dan cenderung menjadikan anak Anda “kaki tangannya” atau teman dekatnya adalah si trouble maker di kelas.
Jika anak memiliki teman yang negatif, Anda perlu melakukan ‘intervensi’, misalnya;
- Tanyakan bagaimana anak menilai tindakan temannya dan bagaimana ia mengatasi efek negatif dari tindakan temannya tersebut.
- Undanglah teman-temannya yang menurut Anda dapat membawa pengaruh positif dan ikutsertakan mereka dalam aktivitas anak. Sertakan juga teman yang memberikan pengaruh negatif. Biarkan anak untuk membandingkan dan mengevaluasi hasil yang ia dapat setelah menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya.
- Bila ada kesempatan bicara dengan anak, ceritakan alasan mengapa Anda khawatir dengan teman bermainnya itu. Lebih baik spesifik menyebutkan perilaku yang Anda tak sukai daripada hanya mengkritik. Contohnya, jelaskan mengapa Anda tak suka sikap memaksa si A dan apa akibat dari sikap itu, daripada mengkritik A bukan teman yang baik.
- Jangan paksa anak Anda ‘bercerai’ dengan teman bermainnya. Lebih baik Anda menjelaskan konsekuensi jika anak mengikuti perilaku temannya itu dan jelaskan mengapa perilaku itu tidak baik. Biarkan anak merasa percaya diri dan memutuskan pilihannya sendiri.