Sembelit merupakan keluhan yang sering membuat ibu membawa bayinya ke dokter anak. Angka kejadiannya sekitar 3% dari pasien rawat jalan anak. Para ahli mendefinisikan sembelit atau konstipasi sebagai keterlambatan atau kesulitan buang air besar (defekasi) selama lebih dari 2 minggu.
Bayi yang mendapat ASI dapat defekasi 2-5 hari sekali dengan konsistensi yang lembek, tidak dikategorikan sebagai konstipasi.
Di lain pihak, bayi yang mengonsumsi susu formula, bila defekasi dengan konsistensi yang keras, 2-4 hari sekali, dikategorikan sebagai konstipasi. Pada usia 1 bulan pertama, bayi rata-rata defekasi 2-8 kali per hari. Kemudian pada usia 1-3 bulan, defekasi menjadi lebih jarang.
Konstipasi dapat terjadi normal pada anak yang sehat, disebut sebagai konstipasi fungsional. Ini ditemukan sebagai penyebab pada 97% kasus konstipasi. Sedangkan penyebab organik (yang tidak normal) ditemukan pada 1,5 – 3% kasus konstipasi.
Penyebab utama konstipasi fungsional pada bayi adalah dehidrasi (kekurangan cairan) dan masalah motilitas (pergerakan) usus. Faktor lain yang juga dapat menyebabkan konstipasi adalah obat-obatan yang mengandung besi, kalsium, dan aluminium. Penyebab utama konstipasi yang abnormal (organik) adalah penyakit Morbus Hirschsprung. Pada bayi 0 – 3 bulan, pencampuran susu formula yang tidak benar dapat mengurangi asupan cairan sehingga menyebabkan konstipasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa susu formula dengan campuran lemak nabati seperti minyak kelapa sawit (palm olein) dapat menyebabkan tinja lebih keras dan defekasi menjadi lebih jarang. Penelitian lain menunjukkan bayi yang minum susu formula yang mengandung minyak kelapa sawit, lemaknya lebih lambat diserap dibanding susu formula tanpa minyak kelapa sawit. Pada ibu menyusui yang bayinya mengalami sembelit, dianjurkan mengonsumsi lebih banyak cairan (air putih, jus).
Gangguan motilitas usus dimana gerakan peristaltik melemah, juga sering menyebabkan konstipasi. Hal ini bisa ditemukan pada keadaan: bayi kurang aktif, hipotiroid, hipokalemia, sakit berat, keracunan timah, atau konsumsi obat seperti loperamid, kodein, morfin dan anti depresan tertentu.
Morbus Hirschsprung (MH) adalah penyakit yang ditandai konstipasi sejak bulan-bulan pertama kehidupan bayi. Pada bayi dengan MH, mekoneum (tinja pertama yang berwarna hijau kehitaman) belum keluar pada 24 jam pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena tinja tertahan pada usus besar yang kurang/ tidak mengandung ganglion saraf otot. Akibatnya bagian tersebut menjadi melar. Kekurangan atau ketiadaan ganglion tersebut menyebabkan usus tidak dapat optimal “mendorong” isinya keluar melalui anus. Pada kasus MH sedang – berat, bayi perlu menjalani operasi.
Pada konstipasi fungsional, terapi konservatif saja dapat meredakan 25 – 95% kasus. Laksans (pencahar) seperti sirup jangung (corn syrup), laktulosa, juice pear / apel (sorbitol), PEG 3550 non elektrolit, dapat digunakan. Penelitian menunjukkan penggunaan zat-zat tersebut cukup aman dan efektif.
Usia | Defekasi normal | ||
Per minggu | Per hari | ||
0-3 bulan | ASI | 5 – 40 | 2,9 |
Susu formula | 5 – 28 | 2,0 | |
6 – 12 bulan | 5 – 28 | 1,8 |
Referensi:
- Van den Berg M, Van Rossom C, de Lorijin F, et antara lain:. Functional constipation in infants: a follow up study. J Pediatr 2005; 147: 700-4
- Holten BK. How should we evaluate and threat constipation in infants and children. J Farm Practice. 2005
- Liptak GS, Baker SS. Etiology of constipation. Indian J Pediatr 2006; 618: 697