[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]D[/dropcap]iare didefinisikan secara umum sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya. Namun secara epidemiologis, diare didefinisikan sebagai keluarnya tinja lunak atau cair 3 kali atau lebih dalam 1 hari.
Kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada anak-anak usia 6-11 bulan, pada masa mulai diberikannya makanan pendamping. Hal ini menggambarkan keadaan yang ditimbulkan karena adanya efek dari penurunan kadar antibodi ibu, masih belum matangnya kekebalan aktif bayi, dan pengenalan makanan yang kemungkinan terpapar dengan bakteri dan kuman.
Ada beberapa perilaku khusus yang dapat menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut adalah:
- Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.Risiko untuk menderita diare beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak diberi ASI daripada bayi yang disusui secara penuh.
- Penggunaan botol susu yang tidak higienis. Penggunaan botol ini memudahkan pencernaan oleh kuman. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih atau bila tidak segera diminum, akan terjadi kontaminasi kuman.
- Tidak membuang tinja bayi dengan benar. Sering orang menganggap bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya tinja bayi dapat mengandung virus atau bakteri dalam jumlah banyak.
Selain hal di atas, Anda harus mencermati bagaimana kondisi kesehatan anak Anda. Jika si kecil mengalami masalah gizi dan sering terkena penyakit batuk pilek, campak, infeksi virus lainnya, maka kemungkinan berulangnya diare akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan kekebalan tubuh si kecil.
Diare yang berlangsung terus-menerus atau berulang sampai lebh dari 14 hari mungkin merupakan gejala dari beberapa penyakit, diantaranya alergi protein susu, alergi gluten, gangguan metabolisme, atau sindrom malabsorpsi.
Umumnya yang dimaksud dengan sindrom malabsorbsi ialah penyakit yang berhubungan dengan gangguan pencernaan (maldigesti) dan atau gangguan penyerapan (malabsorbsi) bahan makanan yang dimakan. Dengan demikian sindrom malabsorbsi dapat berupa gangguan absorbsi karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Pada anak yang sering dijumpai adalah malabsorbsi karbohidrat, khususnya malabsorbsi laktosa (intoleransi laktosa) dan malabsorbsi lemak.
Di luar hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat juga istilah diare fungsional. Diare ini biasanya pada bayi disebut diare kronis tidak spesifik, sedangkan pada kasus yang terjadi kemudian pada masa anak disebut Toddler’s Diarrhea. Pada diare ini, tidak ditemukan adanya penyebab anatomis maupun infeksi radang. Diare biasanya terjadi tanpa kejadian pencetus yang jelas. Keadaan ini dikaitkan dengan gangguan fungsi motilitas usus pada masa kanak-kanak.
Sumber :
- Buku Pendidikan Medik Pemberantasan Diare, Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular, Departemen Kesehatan RI, 1999.
- Nelson, Pediatrics. 15th Edition.