[quote type=”center”]Apakah Anda mengetahui atau mungkin pernah mengalami kelahiran bayi yang berwarna kuning ? Apa penyebab kondisi tersebut dan bagaimana cara mengatasinya ?[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]ebanyak 25-50% bayi normal ketika lahir berwarna kuning dan kondisi ini tidak berbahaya. Namun, perlu Anda ketahui bahwa bayi kuning juga dapat disebabkan oleh suatu kondisi yang dinamakan erythroblastosis fetalis.
Dalam artikel ini akan dibahas mengenai kondisi tersebut. Erythroblastosis fetalis adalah kondisi anemia berat pada bayi yang disebabkan oleh ketidakcocokan antara golongan darah Rhesus ibu dengan bayi. Hal ini terjadi jika ibu memiliki golongan darah Rhesus negatif sedangkan janin yang dikandungnya memiliki golongan darah Rhesus positif. Sistem kekebalan tubuh ibu menganggap sel-sel darah janin sebagai benda asing dan memproduksi antibodi untuk menyerangnya.
Antibodi ini memasuki aliran darah janin melalui plasenta dan menghancurkan sel-sel darah janin yang perkembangannya belum sempurna. Penghancuran ini menghasilkan bilirubin, yaitu pigmen kuning yang merupakan produk utama dari penguraian sel-sel darah merah. Jumlah bilirubin yang berlebihan inilah yang menyebabkan kulit dan bagian putih dari mata bayi yang baru lahir berwarna kuning (disebut juga neonatal jaundice).
Selain neonatal jaundice, gejala klinis utama pada erythroblastosis fetalis adalah hydrops fetalis, yaitu akumulasi cairan dalam rongga tubuh seperti paru-paru, jantung, dan rongga perut. Tingkat keparahan kondisi ini dapat bervariasi. Beberapa bayi tidak menunjukkan gejala. Sementara itu, pada beberapa kasus hydrops fetalis dapat menyebabkan kematian bayi sebelum atau sesaat setelah kelahiran.
Setelah membaca penjelasan di atas, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa bayi penderita erythroblastosis fetalis sudah tidak memiliki harapan lagi. Penelitian yang dilakukan oleh Mesogitis menunjukkan bahwa transfusi darah melalui rahim (intrauterine) mampu menghasilkan angka harapan hidup sebesar 89%. Transfusi dilakukan setiap 10 hari-2 minggu sampai usia kehamilan mencapai 32-34 minggu. Transfusi ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan anemia, menggantikan sel darah merah yang telah diselimuti antibodi dengan sel darah merah normal, dan menurunkan kadar bilirubin. Sebagian besar anak yang bertahan hidup setelah menjalani transfusi mampu berkembang secara normal.
Erythroblastosis fetalis dapat dicegah jika seorang ibu diberi suntikan RhoGAM (obat penekan respon imun) sehingga sistem kekebalan tubuh ibu tidak menyerang sel-sel darah janin. Sementara itu, pencegahan terjadinya erythroblastosis fetalis pada kehamilan selanjutnya dapat dilakukan dengan pemberian suntikan anti Rhesus pada saat persalinan.