[quote type=”center”]Tiba-tiba Anda merasa bersedih, merasa sendiri, dan tak ingin melakukan apa-apa. Hati-hati, jangan-jangan ini pertanda depresi.[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]esungguhnya, tidak ada penyebab utama pada gangguan depresi. Setiap orang dapat mengalami depresi karena berbagai penyebab dan karena berbagai pencetus. Paling tidak, ada tiga model penjelasan penyebab depresi, yaitu model biopsikososial (the biopsychosocial model), teori dari sistem (theory of system) dan model diatesis-stres (the diatheses-stress model).
Penjelasan berbagai model
Model biopsikososial menjelaskan bahwa penyebab terjadinya depresi karena adanya hubungan dan saling ketergantungan antara faktor biologis, psikologis dan sosial. Model ini dapat memprediksi tingkat keparahan dan kronis atau tidaknya depresi, serta memberi informasi yang lebih rinci tentang subtipe depresi berdasarkan biopsikososial.
Model diatesis-stres menjelaskan tentang hubungan antara penyebab potensial depresi dan derajat (tingkatan) kerentanan individu terhadap penyebab tersebut. Setiap orang mempunyai kerentanan atau predisposisi (risiko) untuk depresi pada berbagai derajat. Menurut model ini, kecenderungan bawaan saja tidak cukup sebagai pencetus depresi, tetapi harus ada pemicu yang dapat menyebabkan stres (stressful life events), baik yang bersifat sosial, psikologis maupun biologis.
Makin rentan seseorang menderita depresi, makin sedikit pemicu (stressor) dari lingkungan yang dapat membuatnya depresi, begitu pula sebaliknya. Jika jumlah pemicu tidak melampaui batas kritis, maka ia masih dapat berfungsi normal dan kerentanannya dikatakan ‘laten’ atau tersembunyi. Dampak dari pemicu ini pun berbeda-beda dan memiliki dinamika yang unik. Menurut hipotesis diatesis-stres, faktor biologi umumnya berfungsi sebagai diatesis, faktor psikologis sebagai diatesis atau pemicu dan faktor sosial berfungsi sebagai pemicu atau pencetus.
Teori biologi dari depresi sering digambarkan sebagai ketidakseimbangan neurokimiawi atau neurotransmitters serotonin, norepinefrin dan dopamin, serta yang akhir-akhir ini diduga juga terlibat pada depresi adalah glutamat dan γ-amino butyric acid (GABA). Walaupun biokimiawi otak terlibat, namun penjelasan ini terlalu sederhana. Bahkan bila hanya melihat dimensi biologisnya saja, otak sesungguhnya mempunyai banyak lapisan.
Fungsi dari norepinefrin adalah membantu mengenal dan merespon stres. Diduga bahwa kerentanan terhadap depresi disebabkan karena sistem norepinefrin yang tidak mampu mengatasi stres dengan efisien. Kadar dopamin yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai gairah alias unhappy.
Penurunan produksi serotonin yang juga akan memicu penurunan kadar norepinefrin, dapat menyebabkan depresi yang diperlihatkan dengan gejala moody (perasaan murung), putus asa, hingga pikiran bunuh diri. Seseorang yang telah mengalami beberapa episode depresi mempunyai saraf norepinefrin yang lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengalami depresi.
Risiko lebih tinggi pada keluarga inti
Risiko mengalami depresi mayor 1,5-3 kali lebih tinggi di antara keluarga inti (tingkat pertama) dari orang yang depresi, dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki anggota keluarga depresi. Keluarga dari pecandu alkohol juga berisiko lebih tinggi untuk menjadi depresi dibandingkan populasi normal.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa kembar identik berisiko 76% depresi, sedangkan saudara sekandung (tidak kembar) hanya 50% berisiko menjadi depresi bila ada salah satu saudaranya depresi. Bahkan pada kembar identik yang terpisah sejak kecil juga menunjukkan bahwa bila salah satu kembar mengalami depresi, maka kembarannya berisiko depresi sebesar 67%.
Teori kognitif mengatakan bahwa orang-orang depresi cenderung mencerna persoalan hidup dari sisi ‘gelap’, persepsi yang pesimis terhadap masa depan, berpikir negatif tentang diri sendiri dan orang lain. Orang dengan depresi kurang dapat berpikir objektif dan rasional, pikiran otomatisnya didominasi oleh pemikiran ketidakberdayaan.
Bagaimana tanda-tanda depresi ?
Depresi merupakan respons mental seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Depresi muncul disaat semua masalah menumpuk di otak dan seseorang tak tahu bagaimana cara mengatasinya. Sebagian besar orang tak merasakan gejala depresi, namun bila memuncak akan timbul perasaan yang tak bisa dihindari.
Bagaimana gejala depresi ?
- Merasa sedih, murung, suasana hati hampa
- Kehilangan energi, perasaan letih, lemah, dan lesu
- Kehilangan minat dan kegairahan terhadap berbagai aktivitas yang sebelumnya disukai
- Merasa bersalah dan tidak berguna
- Gelisah, insomnia, atau sebaliknya, tidur berlebihan
- Rasa pesimis, putus asa, hingga muncul keinginan bunuh diri
- Perubahan pola tidur
- Masalah pada perubahan berat badan, bisa turun atau naik
- Tidak mampu berkonsentrasi
- Sering lelah, tidak berenergi
- Mudah sakit kepala dan mengalami gangguan pencernaan, serta sulit diobati
Depresi vs kesehatan fisik
Depresi dapat memengaruhi kesehatan fisik kita. Tak percaya? Kecemasan yang berlebihan akan memacu hormon tertentu dalam tubuh, menyebabkan denyut jantung meningkat dan tekanan darah berlebihan. Depresi juga dapat menurunkan daya tahan tubuh, akibatnya tubuh gampang terkena penyakit. Selain itu, depresi memengaruhi metabolisme gula darah di dalam tubuh dan dapat menurunkan gairah seksual.
Bagaimana menghadapi depresi
Penderita depresi membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar, dan masyarakat terkecil di lingkungan kita tinggal adalah keluarga. Keluargalah obat yang paling tepat dalam menanggulangi masalah gangguan mental seperti depresi. Anak-anak pun tak luput dari gangguan ini karena kurang mampu menangani masalah yang dihadapi.
Seorang anak masih sangat terbatas dalam memahami masalah dan menyelesaikan masalahnya.
Perempuan lebih banyak yang mengalami depresi karena sering menjadi beban tumpuan untuk penyelesaian masalah. Sementara jalur mereka untuk melepaskan beban jauh lebih sedikit dan terbatas dibandingkan kaum laki-laki, bahkan perempuan seringkali dituntut mampu menjadi problem solver dari semua masalah.
Mari cegah depresi
Agar Anda tidak mudah terkena depresi, jaga selalu pola hidup sehat sepert berikut ini :
- Istirahat cukup (6-8 jam sehari) dapat menurunkan tingkat depresi.
- Pola makan seimbang agar stamina tubuh terjaga.
- Olahraga dan rekreasi adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya depresi.
- Sikap hidup yang positif, dengan berpikir rasional dan objektif akan mencegah gejala depresi.
- Merencanakan hidup secara rasional dan dapat menerima kondisi yang tak mungkin dapat diubah.
- Memiliki kerabat atau sahabat yang dapat sewaktu-waktu diminta untuk saling berbagi dan saling membantu.
- Memiliki ‘me time’ alias waktu untuk diri sendiri, diantara kesibukan yang padat.
- Lakukan kegiatan seperti spa, meditasi, yoga, dan relaksasi.
- Mengembangkan kehidupan spiritual seperti; belajar lebih memahami diri sendiri, belajar mengerti orang lain, dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Bila gangguan depresi tak juga membaik, konsultasikan dengan psikolog anda.