[pullquote]Ketika perpisahan sudah tak terelakkan lagi, anak berada dalam posisi yang sangat tidak nyaman. Bagaimana menyikapinya ?[/pullquote]
[dropcap style=”color: #83d358;”]P[/dropcap]ada saat proses perceraian orangtuanya, anak mengalami perubahan kondisi psikologis, biasanya anak menjadi rewel, lebih sulit diatur, dan semakin sulit dipisahkan dari mama atau papa. Pada anak yang sudah bersekolah, prestasi belajar sering kali menurun, anak semakin agresif, dan sulit bergaul. Beberapa anak menjadi gampang sakit. Semua itu menunjukkan kecemasan anak yang takut akan kehilangan kasih sayang kedua orangtua.
Beberapa anak menunjukkan perubahan perilaku yang lebih positif, karena mengira dirinya penyebab ayah-ibunya berpisah. Perubahan perilaku yang baik ini bukan karena anak paham, namun merupakan usaha agar ayah dan ibu tak berpisah.
Biaya emosional
Ada lebih banyak pengaruh yang tidak terlihat, yang kita sebut sebagai biaya emosional (emotional cost). Anak cenderung merasa malu dengan kondisi keluarganya, takut ditinggalkan, merasa kehilangan, terus berharap orangtuanya bersatu kembali, cemas mengenai kesejahteraan masing-masing orangtuanya, kurang percaya terhadap ‘kesetiaan’, dan merasa tidak yakin mengenai relasi berpasangan.
Anak juga merasa diabaikan akibat kedua orangtua sibuk dengan permasalahan masing-masing. Bayi, batita, dan balita terkadang mengalami efek lebih buruk dibandingkan anak yang lebih tua. Biaya emosional yang timbul ini relatif sulit terbayar, dan sering kali terus dialami bahkan sampai dewasa.
Butuh konseling
Agar efek buruk di atas berkurang, dalam proses perceraian, sebenarnya seluruh anggota keluarga membutuhkan sesi konseling bersama psikolog keluarga secara rutin. Apabila anak sudah berusia di atas 7 tahun ia sudah bisa ikut konseling.
Konseling yang dilakukan setelah keputusan bercerai tujuannya bukan kembali menyatukan keluarga (apabila memang tidak diinginkan bersatu kembali), namun untuk mendeteksi hal-hal yang perlu diwaspadai apabila perceraian telah berlangsung (potential problem), juga mengantisipasi dan mengatasinya. Kepada anak, psikolog akan membantu orangtua menegaskan bahwa perkawinan orangtuanya tidak diniatkan untuk bersatu kembali, agar anak tidak memiliki harapan berlebihan mengenai perdamaian orangtuanya.
Pentingnya peran aktif orangtua
Untuk membuat proses perceraian ini menjadi lebih mudah buat anak, mau tak mau kedua orangtua perlu ikut berperan aktif. Orangtua dapat mengusahakan agar anak tetap mendapatkan fasilitas dan melakukan berbagai ritual keseharian seperti biasa.
Karena tak ada ‘mantan anak’, Anda sebagai orangtuanya dituntut untuk terus memperhatikan kebutuhan emosionalnya sepanjang usia anak Anda.
Bagaimana menyampaikan perceraian pada anak ?
- Ajak seluruh keluarga berkumpul di ruang yang cukup nyaman.
- Akhir minggu lebih baik dibandingkan di hari sekolah, agar anak punya waktu untuk menenangkan diri.
- Kedua orangtua bicara kepada anak menyampaikan rencana bercerai.
- Sampaikan dengan bahasa yang sederhana, namun jelas dan jujur.
- Bersiaplah apabila emosi anak meledak. Tenangkan, atau biarkan dulu sampai ia menenangkan diri.
- Pembicaraan ini mungkin berlangsung beberapa kali, tergantung kebutuhan anak.
Apa yang perlu disampaikan ?
- Apa yang akan dilakukan: bercerai atau hanya berpisah sementara.
- Ayah dan ibu betul-betul mencintai anak-anak, hanya saja akan tinggal terpisah.
- Perceraian ini disebabkan permasalahan ayah dan ibu, sama sekali bukan kesalahan anak-anak.
- Alasan umum mengapa bercerai, misalnya karena usaha ayah dan ibu untuk berdamai selama ini tidak berhasil.
- Sejak kapan perpisahan atau perceraian akan dilakukan. Pada anak kecil, tunjukkan tanggalnya di kalender agar mereka dapat membayangkan kapan itu terjadi.
- Apa pengaruh langsung kepada anak, misalnya anak akan tinggal di mana, dengan siapa.
- Bagaimana cara anak nantinya menghubungi atau menemui orangtua yang tidak tinggal bersamanya.
- Ajakan untuk berkonsultasi dengan psikolog keluarga untuk menenangkan dirinya.
Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psikolog, lebih akrab dipanggil Nina, adalah seorang psikolog yang memiliki minat besar terhadap dunia keluarga. Ia dapat ditemui di :
- Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI, Depok. Telp. (021) 7888 1150
- PacHealth, Plaza Indonesia. Telp. (021) 2992 3232